Total Tayangan Halaman
Jumat, 16 Desember 2011
Fiqih Jinayah ( pembunuhan dengan disengaja )
Pembunuhan dengan sengaja dalam Fiqih Jinayah
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama
dengan adanya manusia. Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan
manusia. Disisi lain manusia ingin tentram, tertib, damai, dan berkeadilan.
Artinya, tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Untuk itu, semua muslim wajib
mempertimbangkan dengan akal sehat setiap langkah dan perilakunya, sehingga
mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan,( halal ) dengan perbuatan
yang disalahkan ( haram ). Di dalam ajaran islam bahasan-bahasan tentang
kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan di dalam
fiqih Jinayah.
Dalam makalah ini diajukan beberapa hal
yang menyangkut pelanggaran dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu. Maka
dari itu didalam makalah ini akan dibahas mengenai Qishash, Hudud, Ta’zir
“Hukuman-hukuman”. Setelah mengetahu berbagi macam hukuman yang diakibatkan
atas pelanggaran seseorang maka diharapkan akan muncul suatu hikmah dan tujuan
kenapa hukuman itu ada dan dilaksanakan.
B.
Batasan Masalah
Dalam upaya menspesifikan masalah dalam makalah ini perlu
adanya batasan masalah yang akan diuraikan. Masalah yang akan dibahas adalah
apa pembunuhan yang di sengajadan akibat yang di timbulkan dari pembunuhan
dalam pidana islam.
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini antara lain :
Mengetahui
pengertian pembunuhan yang disengaja,k;asifikasi yang termasuk pembunuhan yang
di sengaja dan akibat yang di timbulkan dari pembunuhan.
PEMBAHASAN
A.pengertian
pembunuhan
Telah
dijelaskan pada beberapa edisi terdahulu, pembunuhan terbagi menjadi tiga
jenis: sengaja, mirip dengan sengaja, dan tidak sengaja. Sebagai kelanjutannya,
kami paparkan permasalahan “pembunuhan dengan sengaja” dalam rubrik fikih ini.
Definisi
Pembunuhan Dengan sengaja (Qatlu al-‘Amd)
Pembunuhan
dengan sengaja, dalam bahasa Arab, disebut “qatlu al-‘amd”. Secara etimologi
bahasa Arab, kata qatlu al-‘amd tersusun dari dua kata, yaitu al-qatlu dan
al-‘amd. Kata “al-qatlu” artinya “perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”, sedangkan kata “al-‘amd” artinya “sengaja dan
berniat”. Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja di sini adalah seorang
mukalaf secara sengaja (dan terencana) membunuh jiwa yang terlindungi darahnya,
dengan cara dan alat yang biasanya dapat
Sejarah Hukum Perdata Internasional
Sejarah umum
perkembangan HPI
*) Masa Kekaisaran Romawi
*) Masa Pertumbuhan Asas Personal HPI
*) Pertumbuhan Asas Teritorial
*) Pertumbuhan Teori Statuta di Italia
Asas-asas
dan pola berpikir HPI sudah dapat dijumpai dan tumbuh di dalam pergaulan
masyarakat di masa Kekaisaran Romawi (abad ke-2 SM s/d abad ke-6 SM) seiring
dengan pertumbuhan kebudayaan Barat (western civilization) di Eropa
Daratan.
HIPOTEK
Hipotek
Pasal1162
Kitab Undang-Undang Perdata mendefenisikan hipotek sebagai suatu kebendaan atas
benda-benda tak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan
suatu perikatan.
Sebagaimana
Gadai Hipotek ini pun merupakan hak yang bersifat assesoir. Objek Hipotek
sesuai dengan pasal 1164 kitab undang – undang Perdata adalah barang tidak
bergerak. Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167
kitab undang – undang perdata secara tegas melarangnya.
Tetapi
dengan berlakunya Undang-undang pokok Agraria (UUPA) Dan undang-undang hak
tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang pokok Agraria. yaitu, Hak Milik (pasal 25 UUPA), Hak guna Usaha
(Pasal 33UUPA) Dan Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA) Hanya dapat dibebani
dengan hak tanggungan menurut ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan No 4 Tahun
1996.
Pasal
1163 ayat (1) Kitab Undang-Undang Perdata menetapkan Bahwa Hipotek tidak dapat
dibagi-bagi. Asas ini disebut Asas tidak terbagi lagi atau oendeelbaaerheid dari Hipotek, artinya jika benda yang dibebani
Hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani Masing – masing benda
tersebut dalam keseluruhannya.
Kapal laut dan Pesawat terbang sebagai
jaminan Utang
Kapal laut sebagai jaminan utang
Kitab
undang-undang hukum dagang membedakan kapal laut dalam dua golongan yaitu kapal
laut sebagai kebendaan yang bergerak dan kapal laut sebagai kebendaan yang
tidak bergerak. Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa
Kapal Laut – Kapal yang memiliki ukuran sekurang kurangnya dua puluh meter
kubik isi kotor dapat didaftarkan di Syahbandar Direktorat Jenderal
perhubungan Laut departemen Perhubungan, dan yang dengan pendaftaran tersebut
memiliki kebangsaan sebagai kapal Indonesia. Terhadap Kapal – Kapal demikian
yang terdaftar di Syahbandar, Kitab Undang-Undang Hukum Daagang selanjutnya
memperlakukannya sebagai kebendaan yang tidak bergerak, dan oleh sebab itu pula
penjaminan yang dapat diletakkan diatasnya-pun hanya dalam bentuk hipotek.
Sedangkan bagi kapal-kapal yang tidak terdaftar dianggap sebagai kebendaan yang
bergerak. (pasal 314 Kitab Undang –Undang Hukum Dagang).
Hipotek atas Kapal laut yang terdaftar
Hipotek
atas kapal laut diatur dalam Kitab Undang –Undang Hukum Dagang Buku Kedua Bab
Kesatu pasal 314 sampai dengan pasal 316, yang untuk selanjutnya menunjuk
pemberlakuan pasal 1168, pasal 1169, pasal 1171 ayat 3 dan ayat 4, pasal 1175,
pasal 1176 ayat 2, pasal 1177, pasal 1178, pasal 1180, pasal 1186, pasal 1187,
pasal 1189, pasal 1190, pasal 1193, pasal 1197, pasal 1199, pasal 1205, pasal
1207 sampai dengan pasal 1219, dan pasal 1224 sampai dengan pasal 1227 dari
ketentuan – ketentuan hipotek yang terdapat pada kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Buku Kedua Bab Kedua puluh satu.
Dari
ketentuan-ketentuan tersebut dapat kita ketahui bahwa pemberian hipotek
dilakukan dengan pembuatan Akta Hipotek Kapal
di hadapan Pegawai pendaftaran dan
pencatat balik Nama Kapal – Kapal, Yang dibantu oleh pegawai pembantu
pendaftaran kapal-kapal di kantor syahbandar setempat tempat kapal didaftarkan.
Setelah pembuatan akta hipotek Kapal tersebut selesai, maka harus dilakukan
pencatatan/pendaftaran pemberian Hipotek atas Kapal itu dalam Buku Daftar yang disediakan untuk itu
(pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), sebagai tanda telah terbitnya
pembebanan Hipotek atas Kapal guna memenuhi syarat publisitas dari pembebanan Hipotek, Dan dengan pendaftaran itu pula
hak-hak istimewa dari Hipotek, yang berupa droit
de preference dan droit de suite dapat
dilaksanakan oleh kreditor atas Kapal yang dijaminkan dengan Hipotek tersebut.
Dokumen-dokumen yang Harus Diperiksa
Kelengkapannya
Sebagai
konsekwensi dari pembebanan Hipotek tersebut, beberapa dokumen yang disebutkan
di bawah ini, perlu untuk di periksa oleh kreditor akan kebenaran dari
kelengkapannya :
a. Grosses
Akta Pendaftaran Kapal (sementara), atau Grosse Akta Balik Nama Kapal;
b. Surat
Izin Perusahaan Pelayanan (SIUPP); dan
c. Keterangan
mengenai Spesifikasi Kapal yang dihipotekkan.
Grosse
Akta Pendaftaran Kapal (sementara) atau Grosse Akta Balik Nama Kapal perlu
dikuasai secara fisik oleh kreditor selaku pemengang Hipotek atas kapal tersebut,
Perjanjian Lainnya Yang Diperlukan
Sebagai Kelengkapan yang menyertai Hipotek Kapal
Selain
dari pembuatan Akta Hipotek dan pendaftarannya sebagaimana kita sebutkan di
atas, beberapa macam perjanjian yang di sebutkan di bawah ini perlu juga untuk dibuat
guna mengamankan Kepentingan kreditor terhadap kesanggupan debitor untuk
melunasi utangnya. Perjanjian-perjanjian tersebut adalah :
1. Perjanjian
Pengalihan Hak atas klaim Asuransi Kapal;
2. Perjanjian
Pengalihan Hak atas Tagihan Pencarteran Kapal yang di miliki oleh debitor atas
pihak ketiga yang mencarter kapal debitor
3. Perjanjian
gadai atas Perjanjian Pencarteran Kapal yang dibuat oelh debitor dengan pihak
ketiga.
Perjanjian
Pengalihan Hak atas klaim Asuransi Kapal memungkinkan debitor untuk memperoleh
pelunasan dari debitor seketika atas utang-utangnya yang dijaminkan dengan
kapal tersebut, dalam hal kapal tersebut
mengalami kerugian (kecelakaan) laut. Dan dengan di buatnya pengalihan
Hak atas Klaim Asuransi tersebut, berarti penggantian atas klaim yang di
berikan oleh pihak Asuransi tersebut hanya akan dapat di terima secara langsung
oleh kreditor, sebagai pihak yang memiliki kepentingan atas kerugian yang
diderita oleh kapal tersebut. Selanjutnya pemanfaatan hasil penggantian klaim
asuransi diserahkan pada perjanjian kredit antara kreditor dan debitor. Yang
jelas dalam hal ini, apa pun perjanjian yang di sepakati, kreditor tidak akan
rugi karenannya.
Pesawat Terbang Sebagai Jaminan Utang
Berbeda
dengan Kapal laut, hingga saat ini di Negara kita belum di atur mengenai sifat
kebendaan dari pesawat terbang. Dalam prakteknya, orang menganggap pesawat
terbang sebagai kebendaan yang bergerak, meskipun ia dapat didaftarkan
sebagaimana halnya kebendaan-kebendaan tidak bergerak yang ada dan kita kenal
dalam hokum kita. Dan karena sifat kebendaan yang di anggap bergerak itu, maka
pesawat terbang pada pokoknya hanya akan dapat dijadikan jaminan dalam bentuk Fidusia. Walau demikian berdasarkan
konvensi Geneva 1948 tentang Convention
on the International recognition of the in aircraft, diakui secara tegas
jaminan dalam bentuk hipotek(mortgages) atas
pesawat terbang. Hal ini tampaknya disadur kembali oleh undang-undang Nomor 42
Tahun 1999 yang menyatakan secara tegas bahwa Undang-undang Jaminan Fudisia
tersebut tidak berlaku bagi Hipotek pesawat terbang.
Berbagai Dokumen Yang Harus Diperiksa
Kebenarannya
Sama
seperti halnya penjaminan kapal laut dalam bentuk hipotek,maka dalam perjanjian
pesawat terbang, beberapa dokumen tersebut di bawah ini perlu untuk diperhatikan
:
a. Surat
tanda pendaftaran pesawat terbang;
b. Surat
tanda kelaikan udara;
c. Surat
tanda kemampuan motor.
Surat
tanda Pendaftaran Pesawat terbang, seperti halnya Grosse Akta Pendaftaran Kapal
(sementara) dan/atau Grosse. Akta Balik Nama Kapal, harus dikuasai secara fisik
oleh kreditor. Kedua surat yang disebut terakhir diperlukan untuk menjamin
bahwa telah diadakan pemeriksaan yang baik dan akurat atas pesawat terbang yang
dijaminkan, sehingga masih memiliki arti ekonomis sebagai jaminan, disamping menjamin bahwa pesawat
terbang tersebut memang masih diopersikan, sehingga debitor masih mampu
melunasi utangnya kepada kreditor melalui hasil penerimaan pengoperasian
pesawat terbang tersebut.
Perjanjian Lainnya Yang Diperlukan
Seperti
halnya dengan jaminan kapal laut secara hipotek, maka pada penjaminan pesawat
terbang ini, selain dari pembuatan perjanjian penjaminan, kreditor perlu juga
untuk membuat perjanjian-perjanjian tersebut di bawah ini :
1. Perjanjian
Pengalihan Hak atas Klaim Asuransi Pesawat Terbang.
2. Perjanjian
Pengalihan Hak atas Tagihan Penyewaan Pesawat Terbang yang dimiliki oleh
debitor atas pihak ketiga yang menyewa pesawat terbang debitor
3. Perjanjian
gadai atas Perjanjian Penyewaan Pesawat
terbang yang di buat oleh debitor dengan pihak ketiga.
Seperti
telah dijelaskan pada uraian dimuka, ketiga perjanjian ini juga dibuat guna
melindungi kepentingan kreditor atas kemampuan debitor guna melunasi utangnya.
Fidusia
Fidusia,
sebelum berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia sering disebut sebagai jaminan hak milik secara
kepercayaan, yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi. Berbeda dengan
gadai, yang diserahkan sebagai jaminan adalah hak milik sedangkan barangnya
tetap di kuasai debitor (constitutum
possessorium),
Langganan:
Postingan (Atom)