Segala
puji bagi Allah SWT atas ridhanya dan izinnya kami diberikan kesehatan hingga
dapat menyelesaikan makalah ini taklupa pula salawat dan salam atas junjungan
nabi kita Muhammad SAW yakni nabi yang menyelamatkan manusia dari kehinaan dan
membuka pengetahuan seluas-luasnya untuk diteliti melalui perolehan wahyu dari
sang maha pemilik kehidupan.
Adapun
makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah hukum Adat yang merupakan mata
kuliah semester dua dan selaku dosennya yakni ST.NURJANNAH S.H,M.H. selain itu
tugas ini juga adalah tugas kelompok dan merupakan sala satu indikator
penilaian dari dosen bersangkutan. Makalah ini berjudul “HUKUM KELUARGA” yang
dimana sub pembahasannya mengenai status anak dan akibat hukum yang
ditimbulkan.
Semoga makalah
ini dapat menjadi referensi tambahan pengetahuan bagi mahasiswa khususnya
mahasiswa Hukum, adapun dalam hal pembentukan dan penulisan makalah ini
terdapat kekeliruan maka saran dan kritikan yang membangun dari pembaca dapat
kami jadikan acuan dalam pembuatan penulisan makalah selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pada
dasarnya Manusia adalah makhluk Individu yang tercipta dimuka bumi karena
kehendak Allah SWT. Yang mana diawali dengan diciptakannya nabi pertama yakni
Adam as. Yang kemudian diciptakan pasangannya yakni Hawa dari tulang rusuknya.
Kemudian dari keduanya lahirlah individu-individu baru yang berasal dari
setetes air suci yang dituangkan kedalam rahim dan begitu seterusnya.. Ini
merupakan Sunnatullah (hukum Alam) sehingga tidak dapat dikesampingkan namun
dalam kehidupan haruslah ada aturan yang mengatur agar kehidupan ini menjadi
tertib karenanya setiap individu-individu yang berlainan jenis dibuatkan aturan
khusus yang dikenal dengan istilah perkawinan..Dalam perkawinan tersebut
lahirlah yang dikenal dengan istilah keluarga sehingga anatara perkawinan dan
keluarga dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam
beberapa literatur banyak yang mendefenisikan keluarga salah satunya:
1. Pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998)
1. Pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998)
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan
2.
sedangkan pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Salvicion dan Ara Celis
(1989)
Keluarga
adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.Secara umum, hukum keluarga
adalah hukum yang mengatur hubungan antara orangtua dan anak-anak, hubungan
antara suami dan istri, serta mengatur hak-hak harta benda perkawinan
dari
pengertian diatas bisa kita simpulkan pengertian dari hukum keluarga itu
sendiri yakni keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang
bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan
(perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampunan, keadaan tak hadir).
Dalam
keluarga terdiri dari beberapa orang yakni ibu, bapak, dan anak. Namun, dalam
makalah ini kami hanya membahas lebih terperinci mengenai anak baik status
hukumnya maupun akibat hukumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian anak
Anak
adalah amanah ALLAH dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa
diperlakukan seehendak hati oleh orang tua. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
dituliskan bahwa anak adalah keturunan. Yang menurut pengertian lain anak
adalah manusia yang paling kecil namun dalam arti luas anak adalah orang yang
pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi
dewasa.
Adapun
pengertian anak/Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dalam Islam anak
dikenal dengan istilah al-walad yang berarti keturunan yang lahir dari rahim
ibu. Status Anak Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini sesuai dengan pasal
43 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jadi, di mata hukum, ibu dan anak
tersebut tidak memiliki hubungan dengan si “Bapak”. Oleh karena itu, si Bapak
tidak mempunyai tanggung jawab terhadap anak tersebut. Namun jika melihat hasil
putusan MK yang menambahkan bahwa anak dapat memperoleh ak waris dari ayah jika
dibuktikan melalui tes kedokteran dan ada saksi saat melakukan penikahan.
Selain itu, si Bapak juga tidak dapat dipersoalkan secara hukum dengan alasan
melakukan “penelantaran keluarga” karena yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan si ibu dan anaknya. Pengertian “Keluarga”, menurut
pasal 1 angka 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah; “unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai dengan derajat ketiga.”
Demikian
pula, perbuatan si Bapak tidak dapat dianggap sebagai kekerasan dalam rumah
tangga karena yang bersangkutan tidak masuk dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU 23/2004); “Lingkup rumah tangga dalam
Undang-Undang ini meliputi:
a. suami,
isteri, dan anak;
b.
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang
yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.”
Namun
dalam islam Anak adalah bunga hidup. Anak adalah harum-haruman rumah tangga.
Obat jerih pelarai demam. Kepada anak bergantung pengharapan keluarga
dikemudian hari. Dialah ujung cita-cita dalam
segenap kepayahan. Misalnya terjadi perselisihan di dalam
rumah antara suami
dan istri, perselisihan
itu dapat didamaikan
apabila suami-istri sama-sama
melihat anaknya masih suci itu, yang tak boleh menjadi korban pertikaian dan
perselisihan ayah bundanya. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW sangat sayang
kepada anak-anak. Sampai punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak sedang dia sujud
waktu shalat. Sampai anak-anak
dipangkunya ketika mengerjakan ibadat itu. Apabila dia hendak sujud diletakannya anak itu kesampingnya dan bila
hendak tegak dipungutnya kembali. Beliau bersabda : “Rumah yang tidak ada anak-anak, tidaklah ada berkat didalamnya” (Abu Syaikh,
Ibnu Hibban)
Dalam
Hadis lain Rasul bersabda : “Anak-anak adalah setengah dari harum-haruman
surga” (Turmidzi) “peliharalah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka.
Sesungguhnya anak-anak itu adalah hadiah Allah kepadamu”. (Diriwayatkankan Oleh
Bukhari).
Pengertian
anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang dihubungkan dengan keluarga. Anak dalam hubunganya dengan
keluarga, seperti anak kandung, anak laki-laki dan anak perempuan, anak sah dan
anak tidak sah, anak sulung dan anak
bungsu, anak tiri dan anak angkat, anak piara, anak
pungut, anak kemenakan,anak pisang,anak sumbang (anak haram) dan sebagainya.
Pengelompokan pengertian anak, memiliki aspek yang sangat luas. Berbagai makna
terhadap anak, dapat diterjemahkan untuk mendekati anak secara benar menurut
system kepentingan agama, hukum, sosial dari
bidang masing-masing bidang. Pengertian anak dari berbagai cabang ilmu
akan berbeda-beda secara substansial fungsi, makna dan tujuan. Sebagai contoh,
dalam agama Islam pengertian anak sangat berbeda dengan pengertian anak yang
dikemukakan bidang disiplin ilmu hukum, sosial, ekonomi, politik dan hankam.
Pengertian anak
dalam Islam disosialisasikan
sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang
keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak
Allah SWT. Secara rasional,
seorang anak terbentuk dari unsur
gaib yang transcendental dari proses
ratifiksi sain (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil dari
nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari
proses keyakinan (tauhid Islam).
Status anak dan akibat hukumnya
Adapun
kedudukan/status anak adalah anak kandung, anak angkat, anak susu, anak pungut,
anak tiri, dan anak luar nikah, berikut pembahasannyanya:
a. Anak
Kandung
Anak kandung dapat juga dikatakan
anak yang sah, pengertianya adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum
positif dinyatakan anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan
yang sah. Anak yang sah
mempunyai kedudukan tertentu
terhadap keluarganya, orang tua
berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia
dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan
orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunanya.
b. Anak
angkat
Pengertian anak angkat dalam hukum
Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada
orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Dengan adanya pengangkatan
anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum antara
anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan keturunan/darah
maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap harta
peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui
wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari
orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3
dari harta warisan orang tua angkatnya. Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan
anak, anak angkat itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat
dengan anak angkatnya. Hal ini berarti bahwa didalam hukum Islam anak angkat
tidak dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar untuk mewarisi adalah
hubungan darah dan perkawinan, demikian juga pengangkatan anak tidak
mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.
c. Anak tiri
Mengenai anak tiri ini dapat
terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik isteri
atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam
perkawinanya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab
Orang tuanya, apabila didalam
suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang dibawah umur
(belum dewasa)dan menurut keputusan
pengadilan anak itu masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya samapai ia
dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi
dengan peria lain. Kedudukan anak tiri
ini baik dalam
Hukum Islam maupun
dalam Hukum Adat, Hukum Perdata
Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka
dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris
dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak kandungnya
apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.
d. Anak
piara/asuh
Anak piara/asuh
lain juga dari
anak-anak tersebut diatas,
karena mengenai piara/asuh ini ia
hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik
untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara
ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap
dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua
asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti
orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikanya
mendapatkan dari orang tua asuh.
Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali
tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya
melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.
e. Anak luar
nikah
Anak luar nikah adalah anak yang
lahir dari hasil hubungan kelamin luar Nikah. Mengenai status anak luar nikah,
bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal
ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan
hilangnya hak anak kepada ayah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anak adalah subjek
hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu
oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Dalam kehidupan terkadang
anak masih tidak diberi ruang dalam hukum sehingga tidak ada pelayanan hak atas
anak itu sendiri. Di dalam hukum adat terdapat nilai-nilai universal, dan
corak-corak yang dimiliki sebagai lanadasan hukum, yang kesemuanya itu
mencerminkan diri dari hukum adat itu sendiri. corak-corak khas yang dimaksud
adalah kebiasaan hidup tolong-menolong dan bantu-membantu. Kaidah-kaidah yang
terdapat dalam hukum adat juga berdasarkan keadilan dan kebenaran yang hendak
dituju, yang wajib merupakan kebenaran dan keadilan yang dicerminkan oleh
perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup di dalam hati nurani rakyat atau
masyarakat yang bersangkutan.
Di dalam hukum
Islam terdapat asas keadilan dan keseimbangan. Keadilan merupakan nilai yang
tidak dapat ditawar-tawar karena hanya dengan keadilanlah ada jaminan
stabilitas hidup manusia. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan sikap dan
tingkah laku manusia yang hidup dalam masyarakat, terjelma dalam bentuk
nilai-nilai, hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Asas keadilan dan keseimbangan,
mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan
kewajiban; antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus
ditunaikannya. Keadilan di dalam hukum baik yang terdapat pada hukum adat maupun
KHI menjadi titik yang terakhir untuk mendapatkan hakikat yang terdalam
mengenai kedudukan anak terhadap harta warisan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
Kansil C. S. T. S. H. 1984, Pengantar Ilmu Hokum Dan Tata Hokum Indonesia. PN.
BALAI PUSTAKA. JAKARTA
Anton M
moeliono, Kamus besar bahasa Indonesia (cet 2: jakarta, balai pustaka, 1988
hal. 30-1)
Hamka,
Lembaga Hidup, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983,
UU No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
UU No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
Kompilasi
Hukum Islam
Tugas
Hukum Adat
HUKUM KELUARGA ( STATUS ANAK DAN AKIBAT
HUKUMNYA )
Kelompok 1
Andi Muhammad Anas
Asriadi
Rosadi Wahyudi
Zulfitrah
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar