Total Tayangan Halaman

Selasa, 13 Maret 2012

hukum keluarga ( status anak dan akibat hukumnya )





KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas ridhanya dan izinnya kami diberikan kesehatan hingga dapat menyelesaikan makalah ini taklupa pula salawat dan salam atas junjungan nabi kita Muhammad SAW yakni nabi yang menyelamatkan manusia dari kehinaan dan membuka pengetahuan seluas-luasnya untuk diteliti melalui perolehan wahyu dari sang maha pemilik kehidupan.
Adapun makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah hukum Adat yang merupakan mata kuliah semester dua dan selaku dosennya yakni ST.NURJANNAH S.H,M.H. selain itu tugas ini juga adalah tugas kelompok dan merupakan sala satu indikator penilaian dari dosen bersangkutan. Makalah ini berjudul “HUKUM KELUARGA” yang dimana sub pembahasannya mengenai status anak dan akibat hukum yang ditimbulkan.
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi tambahan pengetahuan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Hukum, adapun dalam hal pembentukan dan penulisan makalah ini terdapat kekeliruan maka saran dan kritikan yang membangun dari pembaca dapat kami jadikan acuan dalam pembuatan penulisan makalah selanjutnya.








BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pada dasarnya Manusia adalah makhluk Individu yang tercipta dimuka bumi karena kehendak Allah SWT. Yang mana diawali dengan diciptakannya nabi pertama yakni Adam as. Yang kemudian diciptakan pasangannya yakni Hawa dari tulang rusuknya. Kemudian dari keduanya lahirlah individu-individu baru yang berasal dari setetes air suci yang dituangkan kedalam rahim dan begitu seterusnya.. Ini merupakan Sunnatullah (hukum Alam) sehingga tidak dapat dikesampingkan namun dalam kehidupan haruslah ada aturan yang mengatur agar kehidupan ini menjadi tertib karenanya setiap individu-individu yang berlainan jenis dibuatkan aturan khusus yang dikenal dengan istilah perkawinan..Dalam perkawinan tersebut lahirlah yang dikenal dengan istilah keluarga sehingga anatara perkawinan dan keluarga dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam beberapa literatur banyak yang mendefenisikan keluarga salah satunya:
1. Pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
2. sedangkan pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Salvicion dan Ara Celis (1989)
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.Secara umum, hukum keluarga adalah hukum yang mengatur hubungan antara orangtua dan anak-anak, hubungan antara suami dan istri, serta mengatur hak-hak harta benda perkawinan
dari pengertian diatas bisa kita simpulkan pengertian dari hukum keluarga itu sendiri yakni keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampunan, keadaan tak hadir).
Dalam keluarga terdiri dari beberapa orang yakni ibu, bapak, dan anak. Namun, dalam makalah ini kami hanya membahas lebih terperinci mengenai anak baik status hukumnya maupun akibat hukumnya.















BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian anak
Anak adalah amanah ALLAH dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan seehendak hati oleh orang tua. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dituliskan bahwa anak adalah keturunan. Yang menurut pengertian lain anak adalah manusia yang paling kecil namun dalam arti luas anak adalah orang yang pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.
Adapun pengertian anak/Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dalam Islam anak dikenal dengan istilah al-walad yang berarti keturunan yang lahir dari rahim ibu. Status Anak Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini sesuai dengan pasal 43 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jadi, di mata hukum, ibu dan anak tersebut tidak memiliki hubungan dengan si “Bapak”. Oleh karena itu, si Bapak tidak mempunyai tanggung jawab terhadap anak tersebut. Namun jika melihat hasil putusan MK yang menambahkan bahwa anak dapat memperoleh ak waris dari ayah jika dibuktikan melalui tes kedokteran dan ada saksi saat melakukan penikahan. Selain itu, si Bapak juga tidak dapat dipersoalkan secara hukum dengan alasan melakukan “penelantaran keluarga” karena yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan si ibu dan anaknya. Pengertian “Keluarga”, menurut pasal 1 angka 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah;  “unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.”
Demikian pula, perbuatan si Bapak tidak dapat dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga karena yang bersangkutan tidak masuk dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU 23/2004); “Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.”
Namun dalam islam Anak adalah bunga hidup. Anak adalah harum-haruman rumah tangga. Obat jerih pelarai demam. Kepada anak bergantung pengharapan keluarga dikemudian hari. Dialah ujung cita-cita dalam  segenap kepayahan. Misalnya terjadi perselisihan di  dalam  rumah  antara  suami  dan  istri,  perselisihan  itu  dapat  didamaikan  apabila suami-istri  sama-sama melihat anaknya masih suci itu, yang tak boleh menjadi korban pertikaian dan perselisihan ayah bundanya. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada anak-anak. Sampai punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak sedang dia sujud waktu shalat.  Sampai anak-anak dipangkunya ketika mengerjakan ibadat itu.  Apabila dia hendak sujud     diletakannya anak itu kesampingnya dan bila hendak tegak dipungutnya kembali. Beliau bersabda : “Rumah yang tidak  ada  anak-anak,  tidaklah ada berkat didalamnya” (Abu Syaikh, Ibnu Hibban)
Dalam Hadis lain Rasul bersabda : “Anak-anak adalah setengah dari harum-haruman surga” (Turmidzi) “peliharalah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-anak itu adalah hadiah Allah kepadamu”. (Diriwayatkankan Oleh Bukhari).
Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang dihubungkan  dengan keluarga. Anak dalam hubunganya dengan keluarga, seperti anak kandung, anak laki-laki dan anak perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung  dan  anak  bungsu,  anak  tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan,anak pisang,anak sumbang (anak haram) dan sebagainya. Pengelompokan pengertian anak, memiliki aspek yang sangat luas. Berbagai makna terhadap anak, dapat diterjemahkan untuk mendekati anak secara benar menurut system kepentingan agama, hukum, sosial dari  bidang masing-masing bidang. Pengertian anak dari berbagai cabang ilmu akan berbeda-beda secara substansial fungsi, makna dan tujuan. Sebagai contoh, dalam agama Islam pengertian anak sangat berbeda dengan pengertian anak yang dikemukakan bidang disiplin ilmu hukum, sosial, ekonomi, politik dan hankam.
Pengertian      anak     dalam Islam disosialisasikan  sebagai  makhluk  ciptaan  Allah  SWT  yang arif dan berkedudukan mulia yang keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan  kehendak  Allah  SWT. Secara  rasional,  seorang anak terbentuk  dari unsur gaib yang  transcendental dari proses ratifiksi sain (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan (tauhid Islam).
Status anak dan akibat hukumnya
Adapun kedudukan/status anak adalah anak kandung, anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah, berikut pembahasannyanya:
a.      Anak Kandung
Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang  dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif dinyatakan anak yang sah adalah anak  yang  dilahirkan  dalam  atau  sebagai akibat perkawinan yang sah. Anak  yang  sah  mempunyai  kedudukan  tertentu  terhadap  keluarganya, orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan   yang cukup, memelihara kehidupan anak  tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunanya.
b.      Anak angkat
Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Dengan adanya pengangkatan anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan keturunan/darah maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak, anak angkat itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Hal ini berarti bahwa didalam hukum Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar untuk mewarisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian juga pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.
c.       Anak tiri
Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam perkawinanya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab
Orang tuanya, apabila didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang dibawah umur (belum  dewasa)dan menurut keputusan pengadilan anak itu masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan peria lain. Kedudukan  anak  tiri  ini  baik  dalam  Hukum  Islam  maupun  dalam  Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri  itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris  dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.
d.      Anak piara/asuh
Anak  piara/asuh  lain  juga  dari  anak-anak  tersebut  diatas,  karena  mengenai piara/asuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua  asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikanya mendapatkan dari orang  tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.
e.      Anak luar nikah
Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar Nikah. Mengenai status anak luar nikah, bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah.















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Dalam kehidupan terkadang anak masih tidak diberi ruang dalam hukum sehingga tidak ada pelayanan hak atas anak itu sendiri. Di dalam hukum adat terdapat nilai-nilai universal, dan corak-corak yang dimiliki sebagai lanadasan hukum, yang kesemuanya itu mencerminkan diri dari hukum adat itu sendiri. corak-corak khas yang dimaksud adalah kebiasaan hidup tolong-menolong dan bantu-membantu. Kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum adat juga berdasarkan keadilan dan kebenaran yang hendak dituju, yang wajib merupakan kebenaran dan keadilan yang dicerminkan oleh perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup di dalam hati nurani rakyat atau masyarakat yang bersangkutan.
Di dalam hukum Islam terdapat asas keadilan dan keseimbangan. Keadilan merupakan nilai yang tidak dapat ditawar-tawar karena hanya dengan keadilanlah ada jaminan stabilitas hidup manusia. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan sikap dan tingkah laku manusia yang hidup dalam masyarakat, terjelma dalam bentuk nilai-nilai, hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Asas keadilan dan keseimbangan, mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban; antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Keadilan di dalam hukum baik yang terdapat pada hukum adat maupun KHI menjadi titik yang terakhir untuk mendapatkan hakikat yang terdalam mengenai kedudukan anak terhadap harta warisan.





DAFTAR PUSTAKA

Drs. Kansil C. S. T. S. H. 1984, Pengantar Ilmu Hokum Dan Tata Hokum Indonesia. PN. BALAI PUSTAKA. JAKARTA
Anton M moeliono, Kamus besar bahasa Indonesia (cet 2: jakarta, balai pustaka, 1988 hal. 30-1)
Hamka, Lembaga Hidup, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983,
UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam











Tugas Hukum Adat
images.jpegHUKUM KELUARGA ( STATUS ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA )





Kelompok 1
Andi Muhammad Anas
Asriadi
Rosadi Wahyudi
Zulfitrah


JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar