Total Tayangan Halaman

Jumat, 16 Desember 2011

LEVERING ( PENYERAHAN/OPERDRAEHT )


Asas Daluwarsa dalam Hukum Pidana

Asas Daluwarsa memang dikenal dalam hukum, baik dalam teori maupun dalam praktek.

Adapun pengertian dari daluwarsa adalah dengan adanya lewat waktu -waktu mana ditetapkan oleh undang-undang- maka penyidik jaksa kehilangan hak untuk menuntut suatu perkara pidana.

Mengenai jangka waktu daluwarsa telah ditetapkan dalam Pasal 78 KUHP dengan kateori sebagai berikut:

(-) Untuk pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak, jangka waktu daluwarsa adalah satu tahun, lewat satu tahun Jaksa kehilangan hak menuntut.
(-) Untuk kejahatan yang ancaman pidananya dibawah 3 tahun, jangka waktu daluwarsa adalah enam tahun.
(-) Untuk kejahatan yang ancaman kejahatannya diancam diatas tiga tahun, jangka waktu daluwarsanya adalah dua belas tahun.
(-) Untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, jangka waktu daluwarsanya delapan belas tahun.

Bagaimana jangka waktu daluwarsa suatu perkara dihitung? Pada prinsipnya daluwarsanya suatu perkara dimulai satu hari setelah tindak pidana dilakukan, kecuali untuk tindak pidana pemalsuan uang dan tindak pidana perampasan kemerdekaan.

(-) Untuk tindak pidana pemalsuan uang, jangka waktu daluwarsa tidak dihitung satu hari setelah tindak pidana pemalsuan uang dilakukan, melainkan satu hari setelah uang palsu itu beredar. Sedangkan

(-) Untuk tindak pidana perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP) jangka waktu daluwarsa dihitung satu hari setelah orang itu (yang ditahan/dirampas kemerdekaannya) dibebaskan.

Mengapa daluwarsa suatu keadaan itu sangat penting? Dengan adanya lewat waktu, ingatan masyarakat terhadap tindak pidana tertentu telah hilang, dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan menghilangnya alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu, dan juga untuk memberikan kepastian hukum bagi Tersangka (Pasal 80 KUHP). Jangka daluwarsa bisa dihentikan, oleh karena si pelaku mengetahui bahwa perbuatannya sedang dituntut, atau oleh pejabat yang berwenang memberi tahu si pelaku bahwa perbuatannya hendak dituntut. Dengan begitu jangka daluwarsa dimulai dengan jangka waktu baru. Jangka waktu daluwarsa juga dapat ditunda, oleh karena adanya suatu masalah hukum yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Dengan adanya penundaan jangka waktu daluwarsa, maka jangka waktu daluwarsa yang telah berjalan masih tetap diperhitungkan.

Dalam Hukum Daluwarsa dilaksanakan Setelah penyidik mengetahui bahwa suatu tindak pidana yang dilaporkan telah daluwarsa, maka tim penyidik; demi hukum, wajib menghentikan penyidikan dan menutup kasus tersebut. Di dalam Hukum Pidana, dikenal adanya keadaan "hapusnya" kewenangan melakukan proses pidana dan penuntutan pidana bagi para penegak hukum (verval van het recht tot strafvordering en van de straf). Salah satu alasan untuk hapusnya kewenangan penegak hukum untuk memproses pidana seseorang adalah yang dikenal dengan istilah: daluwarsa (baca: "Hukum Pidana: karya pakar hukum pidana terkemuka Jan Remmelink).

Dalam bahasa Belanda: Daluwarsa disebut "Verjaring", atau verjaring stermijn (jatuh tempo). Dan daluwarsa ini diberlakukan baik dalam Hukum Perdata maupun dalam Hukum Pidana.

Dalam Hukum Pidana, daluwarsa berarti kewenangan penegak hukum memproses hukum suatu dugaan tindak pidana menjadi hilang, karena lewatnya tenggang waktu tertentu. Di dalam kawasan Mahkamah Konstitusi pun, lembaga "daluwarsa" itu digunakan. Contohnya ketika Mahkamah Konstitusi menolak suatu gugatan judicial review karena dianggap sudah daluwarsa. Menurut Prof MR A Pitlo (dalam bukunya: Bewijs en Verjaring naar her Netherlands Burgelijk Wetboek) landasan filsafat hukumnya, mengapa ada lembaga daluwarsa dalam hukum, baik Hukum Perdata maupun Hukum Pidana adalah antara lain: "Hukum pada hakikatnya bersifat menyesuaikan diri untuk menerima keadaan yang ada. Setelah jangka waktu yang lama, hukum menyingkir terhadap suatu keadaan yang nyata, yang tidak dipersoalkan selama tenggang-waktu tertentu; tidak peduli apakah tidak dipersoalkannya karena tindak pidana tersebut belum diketahui hingga lewat waktu tertentu, ataupun karena tidak ada yang mengadukan dugaan terjadinya tindak pidana hingga lewatnya waktu tertentu.

Di dalam Hukum Pidana Indonesia, ketentuan tentang daluwarsa ditentukan dalam pasal 78 KUH Pidana yang bunyinya:

(1) Kewenangan memproses pidana hapus karena daluwarsa;

1.Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2.Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, daluwarsanya setelah enam tahun.
3.Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, daluwarsanya setelah dua belas tahun.
4.Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, daluwarsanya setelah delapan belas tahun.

(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan, usianya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang waktu untuk daluwarsa di atas, dikurangi menjadi sepertiga.

Pasal 78 KUH Pidana itu diperkuat oleh yurisprudensi (putusan HR 3 Februari 1936) yang inti putusannya yakni: Wewenang memproses pidana adalah wewenang negara untuk bertindak terhadap pelaku secara pidana, tanpa peduli alat negara manakah yang melakukannya. Begitu suatu tenggang waktu menurut undang-undang berlaku, maka daluwarsa menggugurkan wewenang untuk memproses hukum terhadap pelaku, baik tenggang waktu itu berlaku sebelum perkara dimulai ataupun selama berlangsungnya tenggang waktu daluwarsa berada dalam stadium, bahwa alat penegak hukum tidak dapat lagi melakukan proses hukum.

Kapan mulai terhitungnya tenggang waktu untuk daluwarsanya suatu tindak pidana? Menurut pasal 79 KUH Pidana, terhitung sejak tindak pidana itu dilakukan. Kecuali untuk tindak pidana pemalsuan mata uang, dan untuk tindak pidana yang secara tegas (tidak boleh dianalogikan) dalam pasal-pasal 328, 329, 330 dan 333, serta untuk pelanggaran pasal 556 KUH Pidana. Dengan kata lain, kecuali ketiga jenis tindak pidana yang dikecualikan itu, maka semua tindak pidana, berlaku ketentuan daluwarsa Pasal 78 dan awal pasal 79 bahwa daluwarsa terhitung sejak tindak pidana itu dilakukan. contohnya, jika tindak pidana pembunuhan (pasal 338 kalau pembunuhan biasa dan pasal 340 kalau pembunuhan berencana, terhitung satu hari setelah pelaku membunuh, demikian juga contohnya; kalau tindak pidana pemalsuan surat, misalnya pemalsuan ijazah, maka terhitung sejak satu hari setelah ijazah palsu (yang ditentukan pasal 263 KUH Pidana) yang isinya: (1)Setiap orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakan surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika penggunaannya tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan ancaman pidana paling lama enam tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Dengan demikian, jika tindak pidananya pemerkosaan, perhitungan daluwarsa dihitung sejak saat pemerkosaan (pasal 285 KUH Pidana) dilakukan pelaku; kalau mengenai tindak pidana pencurian (pasal 362 KUH Pidana), maka terhitung sejak pelaku melakukan pencurian itu. Demikian juga untuk tindak pidana pemalsuan surat, termasuk ijazah tentunya (pasal 263 KUH Pidana), perhitungan daluwarsa terhitung sejak ijazah palsu itu mulai dibuat; bukan sejak ijazah palsu itu mulai digunakan. Jadi contohnya dalam tindak pidana pemalsuan ijazah, ijazah palsunya dibuat pada tahun 1990, maka daluwarsa jatuh pada 1990 tambah 12 (dua belas tahun) menjadi 2002. Artinya sejak tahun 2002, kasus tersebut tidak berwenang lagi diproses oleh penegak hukum.

Setelah penyidik mengetahui bahwa suatu tindak pidana yang dilaporkan telah daluwarsa, maka tim penyidik; demi hukum, wajib menghentikan penyidikan dan menutup kasus tersebut.

Apa konsekuensinya jika setelah daluwarsa, penegak hukum tetap memproses perkara itu dan tidak segera menghentikannya?

Konsekuensi pertama, berarti penegak hukumnya melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Konsekuensi kedua, penegak hukum dapat diadukan telah melakukan pelanggaran HAM tersangka, yang demi hukum, berhak diterapkannya ketentuan mengenai daluwarsa terhadap dirinya.

Ketentuan tentang daluwarsa ini memang jarang diketahui oleh masyarakat awam hukum maupun sebagian kalangan hukum, dan oleh karena itu menjadi kewajiban untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat luas dan kalangan penegak hukum. Penegak hukum harus melaksanakan ketentuan perundang-undangan tanpa di bawah tekanan opini publik, sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh James Fenimore Cooper: "It is besetting vice of democracies to substitute public opinion for law. This is the usual form in which masses of men exhibit their tyranny. Artinya merupakan kepungan sifat buruk (euforia yang kebablasan) tentang demokrasi, untuk menggantikan hukum dengan opini publik (atau tekanan demo massa yang sifatnya politis). Ini adalah wujud yang umum, di mana orang menunjukkan tirani pemaksaan mereka.

Fiqih Jinayah ( pembunuhan dengan disengaja )

-->
Pembunuhan dengan sengaja dalam Fiqih Jinayah
 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama dengan adanya manusia. Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Disisi lain manusia ingin tentram, tertib, damai, dan berkeadilan. Artinya, tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Untuk itu, semua muslim wajib mempertimbangkan dengan akal sehat setiap langkah dan perilakunya, sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan,( halal ) dengan perbuatan yang disalahkan ( haram ). Di dalam ajaran islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan di dalam fiqih Jinayah.
Dalam makalah ini diajukan beberapa hal yang menyangkut pelanggaran dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu. Maka dari itu didalam makalah ini akan dibahas mengenai Qishash, Hudud, Ta’zir “Hukuman-hukuman”. Setelah mengetahu berbagi macam hukuman yang diakibatkan atas pelanggaran seseorang maka diharapkan akan muncul suatu hikmah dan tujuan kenapa hukuman itu ada dan dilaksanakan.
B. Batasan Masalah
Dalam upaya menspesifikan masalah dalam makalah ini perlu adanya batasan masalah yang akan diuraikan. Masalah yang akan dibahas adalah apa pembunuhan yang di sengajadan akibat yang di timbulkan dari pembunuhan dalam pidana islam.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
Mengetahui pengertian pembunuhan yang disengaja,k;asifikasi yang termasuk pembunuhan yang di sengaja dan akibat yang di timbulkan dari pembunuhan.


PEMBAHASAN


A.pengertian pembunuhan
Telah dijelaskan pada beberapa edisi terdahulu, pembunuhan terbagi menjadi tiga jenis: sengaja, mirip dengan sengaja, dan tidak sengaja. Sebagai kelanjutannya, kami paparkan permasalahan “pembunuhan dengan sengaja” dalam rubrik fikih ini.
Definisi Pembunuhan Dengan sengaja (Qatlu al-‘Amd)
Pembunuhan dengan sengaja, dalam bahasa Arab, disebut “qatlu al-‘amd”. Secara etimologi bahasa Arab, kata qatlu al-‘amd tersusun dari dua kata, yaitu al-qatlu dan al-‘amd. Kata “al-qatlu” artinya “perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”,  sedangkan kata “al-‘amd” artinya “sengaja dan berniat”. Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja di sini adalah seorang mukalaf secara sengaja (dan terencana) membunuh jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya dapat

Sejarah Hukum Perdata Internasional

-->
Sejarah umum perkembangan HPI

*)  Masa Kekaisaran Romawi

*)  Masa Pertumbuhan Asas Personal HPI

*)  Pertumbuhan Asas Teritorial

*) Pertumbuhan Teori Statuta di Italia



Asas-asas dan pola berpikir HPI sudah dapat dijumpai dan tumbuh di dalam pergaulan masyarakat di masa Kekaisaran Romawi (abad ke-2 SM s/d abad ke-6 SM) seiring dengan pertumbuhan kebudayaan Barat (western civilization) di Eropa Daratan.

HIPOTEK


Hipotek
Pasal1162 Kitab Undang-Undang Perdata mendefenisikan hipotek sebagai suatu kebendaan atas benda-benda tak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Sebagaimana Gadai Hipotek ini pun merupakan hak yang bersifat assesoir. Objek Hipotek sesuai dengan pasal 1164 kitab undang – undang Perdata adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 kitab undang – undang perdata secara tegas melarangnya.
Tetapi dengan berlakunya Undang-undang pokok Agraria (UUPA) Dan undang-undang hak tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang pokok Agraria. yaitu, Hak Milik (pasal 25 UUPA), Hak guna Usaha (Pasal 33UUPA) Dan Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA) Hanya dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan No 4 Tahun 1996.
Pasal 1163 ayat (1) Kitab Undang-Undang Perdata menetapkan Bahwa Hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut Asas tidak terbagi lagi atau oendeelbaaerheid dari Hipotek, artinya jika benda yang dibebani Hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani Masing – masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Kapal laut dan Pesawat terbang sebagai jaminan Utang
Kapal laut sebagai jaminan utang
Kitab undang-undang hukum dagang membedakan kapal laut dalam dua golongan yaitu kapal laut sebagai kebendaan yang bergerak dan kapal laut sebagai kebendaan yang tidak bergerak. Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa Kapal Laut – Kapal yang memiliki ukuran sekurang kurangnya dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di Syahbandar Direktorat Jenderal perhubungan Laut departemen Perhubungan, dan yang dengan pendaftaran tersebut memiliki kebangsaan sebagai kapal Indonesia. Terhadap Kapal – Kapal demikian yang terdaftar di Syahbandar, Kitab Undang-Undang Hukum Daagang selanjutnya memperlakukannya sebagai kebendaan yang tidak bergerak, dan oleh sebab itu pula penjaminan yang dapat diletakkan diatasnya-pun hanya dalam bentuk hipotek. Sedangkan bagi kapal-kapal yang tidak terdaftar dianggap sebagai kebendaan yang bergerak. (pasal 314 Kitab Undang –Undang Hukum Dagang).
Hipotek atas Kapal laut yang terdaftar
Hipotek atas kapal laut diatur dalam Kitab Undang –Undang Hukum Dagang Buku Kedua Bab Kesatu pasal 314 sampai dengan pasal 316, yang untuk selanjutnya menunjuk pemberlakuan pasal 1168, pasal 1169, pasal 1171 ayat 3 dan ayat 4, pasal 1175, pasal 1176 ayat 2, pasal 1177, pasal 1178, pasal 1180, pasal 1186, pasal 1187, pasal 1189, pasal 1190, pasal 1193, pasal 1197, pasal 1199, pasal 1205, pasal 1207 sampai dengan pasal 1219, dan pasal 1224 sampai dengan pasal 1227 dari ketentuan – ketentuan hipotek yang terdapat pada kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Kedua Bab Kedua puluh satu.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut dapat kita ketahui bahwa pemberian hipotek dilakukan dengan pembuatan Akta Hipotek Kapal  di hadapan Pegawai pendaftaran dan pencatat balik Nama Kapal – Kapal, Yang dibantu oleh pegawai pembantu pendaftaran kapal-kapal di kantor syahbandar setempat tempat kapal didaftarkan. Setelah pembuatan akta hipotek Kapal tersebut selesai, maka harus dilakukan pencatatan/pendaftaran pemberian Hipotek atas Kapal itu dalam Buku Daftar yang disediakan untuk itu (pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), sebagai tanda telah terbitnya pembebanan Hipotek atas Kapal guna memenuhi syarat publisitas dari pembebanan Hipotek, Dan dengan pendaftaran itu pula hak-hak istimewa dari Hipotek, yang berupa droit de preference dan droit de suite dapat dilaksanakan oleh kreditor atas Kapal yang dijaminkan dengan Hipotek tersebut.


Dokumen-dokumen yang Harus Diperiksa Kelengkapannya
Sebagai konsekwensi dari pembebanan Hipotek tersebut, beberapa dokumen yang disebutkan di bawah ini, perlu untuk di periksa oleh kreditor akan kebenaran dari kelengkapannya :
a.   Grosses Akta Pendaftaran Kapal (sementara), atau Grosse Akta Balik Nama Kapal;
b.   Surat Izin Perusahaan Pelayanan (SIUPP); dan
c.   Keterangan mengenai Spesifikasi Kapal yang dihipotekkan.
Grosse Akta Pendaftaran Kapal (sementara) atau Grosse Akta Balik Nama Kapal perlu dikuasai secara fisik oleh kreditor selaku pemengang Hipotek atas kapal tersebut,

Perjanjian Lainnya Yang Diperlukan Sebagai Kelengkapan yang menyertai Hipotek Kapal
Selain dari pembuatan Akta Hipotek dan pendaftarannya sebagaimana kita sebutkan di atas, beberapa macam perjanjian yang di sebutkan di bawah ini perlu juga untuk dibuat guna mengamankan Kepentingan kreditor terhadap kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya. Perjanjian-perjanjian tersebut adalah :
1.   Perjanjian Pengalihan Hak atas klaim Asuransi Kapal;
2.   Perjanjian Pengalihan Hak atas Tagihan Pencarteran Kapal yang di miliki oleh debitor atas pihak ketiga yang mencarter kapal debitor
3.   Perjanjian gadai atas Perjanjian Pencarteran Kapal yang dibuat oelh debitor dengan pihak ketiga.
Perjanjian Pengalihan Hak atas klaim Asuransi Kapal memungkinkan debitor untuk memperoleh pelunasan dari debitor seketika atas utang-utangnya yang dijaminkan dengan kapal tersebut, dalam hal kapal tersebut  mengalami kerugian (kecelakaan) laut. Dan dengan di buatnya pengalihan Hak atas Klaim Asuransi tersebut, berarti penggantian atas klaim yang di berikan oleh pihak Asuransi tersebut hanya akan dapat di terima secara langsung oleh kreditor, sebagai pihak yang memiliki kepentingan atas kerugian yang diderita oleh kapal tersebut. Selanjutnya pemanfaatan hasil penggantian klaim asuransi diserahkan pada perjanjian kredit antara kreditor dan debitor. Yang jelas dalam hal ini, apa pun perjanjian yang di sepakati, kreditor tidak akan rugi karenannya.




Pesawat Terbang Sebagai Jaminan Utang
Berbeda dengan Kapal laut, hingga saat ini di Negara kita belum di atur mengenai sifat kebendaan dari pesawat terbang. Dalam prakteknya, orang menganggap pesawat terbang sebagai kebendaan yang bergerak, meskipun ia dapat didaftarkan sebagaimana halnya kebendaan-kebendaan tidak bergerak yang ada dan kita kenal dalam hokum kita. Dan karena sifat kebendaan yang di anggap bergerak itu, maka pesawat terbang pada pokoknya hanya akan dapat dijadikan jaminan dalam bentuk Fidusia. Walau demikian berdasarkan konvensi Geneva 1948 tentang Convention on the International recognition of the in aircraft, diakui secara tegas jaminan dalam bentuk hipotek(mortgages) atas pesawat terbang. Hal ini tampaknya disadur kembali oleh undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 yang menyatakan secara tegas bahwa Undang-undang Jaminan Fudisia tersebut tidak berlaku bagi Hipotek pesawat terbang.
Berbagai Dokumen Yang Harus Diperiksa Kebenarannya
Sama seperti halnya penjaminan kapal laut dalam bentuk hipotek,maka dalam perjanjian pesawat terbang, beberapa dokumen tersebut di bawah ini perlu untuk diperhatikan :
a.   Surat tanda pendaftaran pesawat terbang;
b.   Surat tanda kelaikan udara;
c.   Surat tanda kemampuan motor.
Surat tanda Pendaftaran Pesawat terbang, seperti halnya Grosse Akta Pendaftaran Kapal (sementara) dan/atau Grosse. Akta Balik Nama Kapal, harus dikuasai secara fisik oleh kreditor. Kedua surat yang disebut terakhir diperlukan untuk menjamin bahwa telah diadakan pemeriksaan yang baik dan akurat atas pesawat terbang yang dijaminkan, sehingga masih memiliki arti ekonomis sebagai  jaminan, disamping menjamin bahwa pesawat terbang tersebut memang masih diopersikan, sehingga debitor masih mampu melunasi utangnya kepada kreditor melalui hasil penerimaan pengoperasian pesawat terbang tersebut.
Perjanjian Lainnya Yang Diperlukan
Seperti halnya dengan jaminan kapal laut secara hipotek, maka pada penjaminan pesawat terbang ini, selain dari pembuatan perjanjian penjaminan, kreditor perlu juga untuk membuat perjanjian-perjanjian tersebut di bawah ini :
1.   Perjanjian Pengalihan Hak atas Klaim Asuransi Pesawat Terbang.
2.   Perjanjian Pengalihan Hak atas Tagihan Penyewaan Pesawat Terbang yang dimiliki oleh debitor atas pihak ketiga yang menyewa pesawat terbang debitor
3.   Perjanjian gadai atas Perjanjian Penyewaan  Pesawat terbang yang di buat oleh debitor dengan pihak ketiga.
Seperti telah dijelaskan pada uraian dimuka, ketiga perjanjian ini juga dibuat guna melindungi kepentingan kreditor atas kemampuan debitor guna melunasi utangnya.
Fidusia
Fidusia, sebelum berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia sering disebut sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan, yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi. Berbeda dengan gadai, yang diserahkan sebagai jaminan adalah hak milik sedangkan barangnya tetap di kuasai debitor (constitutum possessorium),

Selasa, 08 November 2011

KUMPULAN HADIST-HADIST ( tentang tanda-tanda kiamat )



ORANG MEMINUM KHAMAR DAN MENAMAKANNYA BUKAN KHAMAR
Artinya:
Dari Abu Malik Al-Asy'ari r.a. bahawasanya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya ada sebahagian dari umat ku yang akan meminum khamar dan mereka menamanya dengan nama yang lain (mereka meminum) sambil dialunkan dengan bunyi musik dan suara artis-artis. Allah swt. akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi (dengan gempa) dan Allah swt. akan merobah mereka menjadi kera atau babi".
( H.R. Ibnu Majah )
Keterangan
Maksudnya, akan ada di kalangan orang Islam ini yang meminum khamar dan mereka mengatakan bahwa yang diminum itu bukanlah khamar. Ia hanyalah sejenis minuman yang dapat menyegarkan badan atau yang dapat menghilangkan dahaga bahkan sebagai obat. Mereka akan memberikan suatu nama kepada minuman ini yang menunjukkan bahwa ia bukan khamar, tetapi sebenamya ia adalah khamar yang telah diharamkan oleh syara'.
Kemudian, menjadi kelaziman pula, suasana mabuk itu akan disertai dengan alunan musik dan juga nyanyian artis-artis ternama.
Rasulullah saw. menerangkan bahawa golongan ini akan ditimpa gempa bumi atau tubuh badan mereka diubah kepada bentuk kera atau babi.
Sangat benar sabdaan Junjungan Besar Nabi saw. ini. Gempa bumi demi gempa bumi yang berlaku di beberapa tempat di dunia ini sebagai satu seksaan daripada Allah swt. dan jikalau golongan ini belum sampai keperingkat diubah bentuk badan mereka menjadi kera dan babi tetapi perangai dan cara hidup mereka sudah banyak menyerupai perangai dan cara hidup kera dan babi.

SEDIKIT LELAKI DAN BANYAK PEREMPUAN
Artinya:
Dari Anas r.a. berkata, "Akan aku ceritakan kepada kamu sebuah hadis yang tidak ada orang lain yang akan menceritakannya setelah aku. Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Di antara tanda qiamat ialah sedikit ilmu, banyak kejahilan, berlaku banyak perzinaan, ramai kaum perempuan dan sedikit kaum lelaki, sehingga nantinya seorang lelaki akan mengurus limapuluh orang perempuan."
( H.R. Bukhari dan Muslim )

ASAS-ASAS HUKUM


ASAS-ASAS HUKUM
( dalam hukum positif )
A.   Asas-asas hukum yang bersifat spesifik
a)    Asas the binding force of precedent yakni putusan hakim sebelumnya mengikat hakim-hakim lain dalam perkara yang sama. ( dianut oleh system hukum Anglo Sakson )
b)    Asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lage poenadi atau asas legalitas  ( pasal 1(1) KUHP ) yaitu tidak ada perbuatan yang dapat dihukum kecuali sebelumnya ada Undang-undang yang mengaturnya.
c)    Asas Restutio in integrum yaitu ketertiban dalam masyarakat haruslah dipulihkan pada keadaan semula, apabila terlah terjadi konflik.
d)    Asas cogationis poenam nemo patitur yaitu tidak seorang pun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan dalam batinnya. ( untuk Negara sekuler )

B.   Asas-asas hukum dalam teori hukum
a)    Nullum Delictum Noela poena sine praevia lage poenadi ( asas legalitas )
Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, sebelum didahului oleh suatu peraturan.
b)    Eideren wordt geacht de wette kennen, setiap orang dianggap mengetahui hukum, artinya apabila suatu undang-undang telah dilembarnegarakan ( diundangkan ). Maka undang-undang itu telah diketahui oleh warga masyarakat sehingga tidak ada alasan bagi yang melanggarnya.
c)    Lex Superiori Derogat legi Inferiori artinya hukum yang tinggi lebih diutamakan pelaksanaannya daripada hukum yang rendah. Contoh: undang-undang diutamakan dari pada peraturan pemerintah.
d)    Lex Specialist derogate Legi Generali artinya hukum yang lebih khusus diutamakan daripada hukum yang lebih umum. Contoh: undang-undang pornogarafi diutamakan dari KUHP tentang asusila.untuk kasus pelecehan seksual
e)    Lex Posteriori derogate legi priori artinya peraturan yang baru didahulukan daripada peraturan yang lama apabila Undang-undang baru tidak mengatur pencabutan undang-undang yang lama.
f)     Lex Dura, sed temen scripta artinya peraturan hukum itu keras karena sperti itulah wataknya.
g)    Summun ius summa inuria artinya kepastian hukum yang tertinggi adalah ketidakadilan yang tertinggi.
h)    Ius curia Novit artinya hakim dianggap mengetthui hokum yakni hakim tidak bboleh menolak mengadili dan memutuskan perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada hukumnya.
i)      Presumption of Innosence ( Praduga tak bersalah ) seeorang tidak boleh disebut bersalah sebelum dibuktikan kesalahannya melalui putusan hakim yang berkekuatan hokum tetap.
j)      Res judicata proveri tate habetur  artinya setiap putusan pengadilan/ hakim adalah sah kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
k)    Unus testis nullus testis artinya hakim harus melihat suatu persoalan secara objektif dan mempercayai keterangan saksi minimal 2 orang dengan keterangan yang tidak saling kontradiktif.
l)      Audit Et atteram Partem artinya hakim haruslah mendengarkan para pihak secara seimbang sebelum menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.
m)  In dubio Pro reo artinya apabila hakimragu mengenai kesalahan terdakwa hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.
n)    Fair rial atau Self Incrimination artinya pemeriksaan yangtidak memihak atau memberatkan salah satu pihak atau terdakwa.
o)    Speedy administration of justice  artinya peradilan yang cepat yakni seseorang berhak untuk cepat diperiksa oleh hakim demi demi terwujudnya kepastian hukum bagi mereka.
p)    The Rule of Law  artinya semua manusia sama kedudukannya didepan hukum.
q)    Unus testis Nullus tetis artinya satu saksi bukanlah saksi artinya keterangan saksi yang hanya satu orang terhadap suatu kasus tidak dapat dinilai sebagai saksi.
r)     Nemo Judex Indoneus in Propria artinya tidak seoranpun yang dapat menjadi hakim yang baik dalam menangani perkaranya sendiri yakni seorang hakim dianggap tidak akan mampu berlaku objektif terhadap perkara bagi dirinya sendiri atau keluarganya.
s)    The bending forse of precedent atau Staro decises et quieta non movere artinya putusan pengadilan (hakim) tersdahulu mengikat hakim lain untuk peristiwa yang sama.
t)     Cogatitionis poenam Nemo Patitur artinya tidak seorang pun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan atau yang ada dihatinya.
u)    Restutio in Integrum  artinya kekacauan dalam masyarakat harus dipulihkan.

sumber:
Prof. Ahmad Ali ( menguak tabir hukum )
DR. Marwan Mas ( PIH )